
"Haduh jangankan baca, kenal huruf saja belum. Bla bla bla"
"Les di gurunya saja kali ya? Bayar berapa?"
Yups!
Seringkali permasalahan kapan anak siap sekolah menjadi pertanyaan yang terus berulang di seku pulan ibu-ibu. Aku pribadi sering mendengar pertanyaan dan keluhan serupa. Bukan karena anak pertamaku sudah berhasil bisa baca di usia 4 tahun, melainkan perasaan khawatir orang tua karena anak sekolah dengan jenjang yang lebih tinggi akan dihadapkan kebutuhan pemahaman materi yang lebih rumit.
Pemikiran dari para orang tersebut tidak salah. Namun, tidak sepenuhnya benar. Terobosan dari Kurikulum Merdeka lalu menyadarkanku bahwa buku anak kelas 1 jauh lebih ramah dari sebelumnya. Indikasi ramah terlihat dari isi buku yang tidak full dengan tulisan namun berisi gambar yang menarik juga. Nah, aku rasa hal tersebut terobosan yang selangkah lebih baik dibanding buku fulltext sebelumnya.
Lalu, apakah memang anak tidak bisa baca tetap dikatakan siap sekolah?
Oke Kawan Hamimku yuks kita ulas tipis-tipis.
Tantangan Masa Transisi Bagi Anak
Oke Kawan Hamimku, sebelum penjelasan panjang. Mari kita samakan persepsi dulu ya. Di kesempatan ini aku akan membahas tentang makna siap sekolah dalam konteks anak masuk sekolah formal yakni jenjang sekolah dasar. For your information, PAUD itu bukan jenjang formal. Kenapa? Karena PAUD ( Pendidikan Anak Usia Dini ) adalah sarana memberikan stimulasi bagi anak usia 0-6 tahun agar membantu pertumbuhan dan perkembangan anak lebih optimal sehingga lebih siap memasuki jenjang sekolah.
Nah, bisa dipahami bukan sekarang?
Umumnya, PAUD yang kita kenal berbentuk Kelompok Bermain(KB), Taman Kanak-KanakT(TK), Playgroup, dan Taman Penitipan Anak (TPA). Salah kaprahnya, ketika anak masuk PAUD adalah permintaan orang tua mengharapankan anak bisa membaca dengan belajar PAUD. Sedangkan fungsi PAUD tidak hanya menyoal tentang kemampuan membaca melainkan lebih dari itu.
PAUD menjadi jembatan bagi anak usia dini untuk merasakan suasana semi sekolah formal. Sekolah identik dengan aturan, pelajaran, interaksi yang lebih kompleks antar individu dan lingkungan. Oleh karena itu, kehadiran PAUD menjadi sarana bagi anak untuk mengenal suasana sekolah sebelum memasuki dunia pendidikan yang sebenarnya.
Masa dimana anak-anak berpindah dari dunia bermain ke dunia balajar yang serius kita sebut masa transisi. Masa transisi akan menjadi tantangan bagi anak-anak karena mereka akan dihadapkan pada situasi yang berbeda dengan dunia semasa mereka masih balita atau usia prasekolah (0-6) tahun.
Di usia tersebut, bermain adalah cara belajar mereka. Sedangkan di usia 7 tahun adalah usia anak memasuki sekolah dasar. Suasana belajar di instansi pendidikan formal berbeda dengan dunia bermain. Kondisi tersebut menjadi tantangan bagi anak-anak. Sebab anak-anak dituntut untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan baru dan orang-orang yang baru, bahkan cara belajar yang baru.
Inilah yang sebenarnya menjadi tantangan bagi anak dan orang tua yakni kemampuan anak beradaptasi dengan lingkungan baru. Kemampuan beradaptasi ini termasuk dalam kemampuan berinteraksi komunikasi, dan menjalin kerjasama. Jadi, apakah ukuran anak siap sekolah adalah membaca saja?
Mitos atau Fakta? Anak Bisa Bisa Pasti Siap Sekolah

Dua hal berbeda ini tentu penting untuk melihat anak siap sekolah. Akan tetapi, jika ditinjau dari fase perkembangan anak dari teori perkembangan. Anak usia 0-7 tahun kemampuan anak ada di tahap pra operasional yakni tahap anak menginterpertasikan apa yang mereka dengan kata-kata. Kemampuannya masih ditahap simbolis. Jadi, jangan heran jika di usia ini anak-anak sering suka menyamakan atau melakukan perbandinga seperti panjang pendek, besar kecil, jauh dekat, dan sebagainya.
Di tahan ini, anak yang tidak bisa membaca bukan berarti anak tidak siap sekolah. Sebab, sepanjang kemampuan yang lain terpenuhi maka anak tetap bisa dikatakan siap sekolah. Lalu, apa saja tanda siap itu?
Lima Tanda Anak Siap Sekolah

Lima Tanda Anak Siap Sekolah Dasar yaitu:
1. Kondisi fisik. Hal ini merujuk pada kesehatan anak. Kecuali pada anak dengan gangguan tertentu.
2. Kemampuan sosial dan emosional. Tanda paling mudah adalah anak bisa mengenali dan menvalidasi apa yang dia rasakan. Anak berani berkenalan dengan orang baru. Tanda sederhananya adalah anak tidak tergantung pada orang-orang terdekatnya seperti ayah atau ibunya.
3. Kemampuan komunikasi. Anak mampu melakukan mengutarakan apa yang dirasakan secara lisan dnegan baik. Anak bisa memahami pembicaraan dua arah.
4. Kemandirian. Poin penting ini yang seringkali terlupakan. Anak usia dini sudah bisa dikasih tanggung jawab lho. Tapi yang sederhana seperti merapikan sanda atau memakai sandal sendiri. Hal ini bisa menjadi indikator kemandirian anak sekaligus tanggung jawab mereka.
5. Kemampuan kognitif atau berpikir dalam hal ini kemampuan anak mengenali simbol sebagaimana tahap perkembangan anak di usia pra sekolah. Dan kemampuan kognitif ini tidak mengharuskan anak bisa mmebaca di usia tersebut meskipun ada anak yang mendapatkan stimulasi yang baik maka akan bisa membaca dengan sendirinya.
Uraian sederhana di atas semoga bisa menjadi gambaran ya Kawan Hamimku. Anak dikatakan siap sekolah itu pertimbangan paling mudah adalah usianya. Jika usianya 7 tahun makan secara alami sevenarnya aspek perkembangannya sudah terpenuhi. Namun, agar lebih yakin dengan kondisi anak apakah sudah siap maka bisa cek 5 tanda di atas ya. Lalu, bagaimana jika ada aspek yang belum terpenuhi?
Kesiapan Anak untuk Sekolah Bisa Diupayakan Sejak Dini
"Anak siap sekolah sejatinya anak yang ketercapaian perkembangannya selalu terpenuhi di setaip usianya"
Iya. Orang tua tidak perlu terlalu khawatir, sebab tanda anak siap sekolah yang diuraikan di atas adalah kemampuan dasar anak yang harus dicapai di maisng-masing usianya. Contoh, anak usia 0-1 tahun belajar jalan dan belajar menbucap kata. Usia 1-3 tahun biasanya anak sudah belajar bermain dengan orang lain dan sudah bisa mengutarakan keinginananya dan merespon apa yang disampaikan orang lain. Jadi, kemampuan ini adalah kemampuan yang secara alami tumbuh dengan aktivitas interaksi yang positif bersama orang terdekat khususnya orang tua.
Bagaimana jika aspek tersebut belum terpenuhi?
Jika ada salah satu aspek yang belum terpenuhi. Maka bisa cek dua kondisinya, jika anak usia masih di bawah 3 tahun maka optimalkan stimulasi dengan orang tua secara alami. Namun jika anak usia diatas 3 tahun, maka berikan stimulasi yang lebih fokus pada apa yang menjadi kekurangannya. Jika diperlukan bisa memasukkan anak ke playgroup.
Keputusan anak masuk playgroup dan kelompok bermain adalah sarana bagi orang tua untuk memberikan stimulasi pada anak melaluhi pihak ketiga. Biasanya, instansi tersebut sudah memiliki kurikulum yang disesuaikan dengan konteks perkembangan anak sehingga memungkinkan anak mendapatkan stimulai yang tepat sesuai usianya. Apalagi jika orang tua ingin melakukan stimulasi sendiri di rumah juga gakmasalah ya. Konsekuensinya, orang tua harus melakukan usaha lebih dengan mencari ide stimulasi untuk kebutuhan anaknya.
Apapun pilihannya, orang tua yang mengusahakan hal terbaik untuk perkembangan anaknya adalah orang tua hebat. Semangat parent!


Paling setuju dengan kemandirian karena jangan sampai anak masih manja atau ngompolan, bahkan pakai diapers padahal dimasukkan ke playgroup oleh ortunya. Jadi dipastikan lulus toilet training dulu baru didaftarkan sekolah.
BalasHapusFaktanya masih ada sih bun. Beberapa teman guru dulu cerita kalo di 3 bulan pertama masih menemuni hal2 semacam itu
HapusJadi sebenarnya, yang mesti dipikirin itu bukan apakah anaknya udah siap sekolah, atau lebih siap ikutan kontes drama pagi-pagi sebelum berangkat sekolah, hihihi..
BalasHapusAku rasa sebelum para emak sibuk bandingin anaknya dengan anak tetangga yang udah bisa baca komik semenjak umur 4 tahun, mending dilihat aja dulu, anaknya kalo makan masih kudu disuapin dulu apa enggak.
Teman sekolah anakku waktu SD harus disamperin emaknya pada hari pertama karena kudu disuap sarapan. Kesian bocah itu, jadi bahan cekikikan kawan-kawannya .
Hehehee..
HapusUniknya warga Indonesia urusan menjelang anak sekolah ada aja ya Mbak. Kadang berpikir juga apa yang salah dengan cara mengasuh selama ini.
Dramanya banyak sekali.